Makna Akreditasi dalam Pengembangan Lembaga Pendidikan
Beragam jenis dan mutu lembaga pendidikan mendorong pemerintah membentuk instrumen untuk menyamakan standar mutu pendidikan dengan melaksanakan akreditasi. Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hasil akreditasi diimplementasikan dengan istilah terdaftar, diakui, dan disamakan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, implikasi dari akreditasi diistilahkan dengan terakreditasi dan tidak terakreditasi. Kualitas akreditasi tercermin pada nilai yang diperoleh dalam bentuk kualitatif C, B, dan A. Nilai C merupakan konversi dari nilai kauntitatif antara 200-299, Nilai B merupakan konversi dari nilai kuantitatif antara 300-374, dan Nilai A merupakan konversi dari nilai kuantitatif antara 375 keatas.
Baca Juga : Aplikasi Format Penilaian K13 Berbasis e-Raport Terbaru 2018
Regulasi dari akreditasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 diturunkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasionl Pendidikan. Pelaksanaan akreditasi tersebut adalah Bdan Akreditasi Nasional yang dibentuk dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 29 tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 30 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasioanl Pendidikan Non-Formal. Ketiga peraturan tersebut telah di revisi menjadi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 tahun 2012 tentang Badan Akreditasi Nasional.
Pasal 1 Permendikbud Nomor 59/2012 menegaskan bahwa (1) Badan Akreditasi Nasional selanjutnya disebut BAN adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan satuan Pendidikan; (2) Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yabg selanjutnya disebut BAN-S/M adalah badan evluasi mandiri yang mentapkan kelayakan program dan satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan; (3) Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disebut BAP-S/M adalah badan evaluasi di provinsi yang membantu BAN-S/M dalam pelaksanaan Akreditasi; (4) Bdan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi selanjutnya disebut BAN-PT adalah badan evaluasi mandiri yang mempunyai tugas menetapkan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Pasal 2 ayat (2) mengeaskan bahwa BAN merupakan badan nonstruktural yang bersifat nirbala dan mandiri yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada menteri. Pasal 3 ayat (2) menegaskan bahwa anggota BAN berjumlah gasal paling sedikit 11 orang dan paling banyak 15 orang. Pasal 4 ayat (1) menegaskan bahwa anggota BAN tediri atas ahli-ahli di bidang evaluasi pendidikan, kurikulum, manajemen pendidikan, atau ahli pendidikan lainnya, dan/atau unsur masyarakat dari kalangan profesional/praktisi yang memiliki wawasan, pengalaman, dan komitmen untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.
Baca Juga : Download Jukni CPNS Tahun 2018
Dalam pelaksanaan tugas, BAN (kepengurusan/anggota) dapat mengangkat tim ahli, tim asesor, dan panitia adhoc sesui kebutuahan (pasal 9,12, dan 13 ayat 3 (permendikbud, 57/2012). Anggota BAN dalam melaksanakan tugas wajib menjaga efesiensi, efektivitas, dan mematuhi nilai-nilai kejujuran, profesionalitas, objektivitas, dan memanfaatkan peran serta keberadaan asiosiasi/organisasi profesi yang memiliki kredibilitas tinggi.
Anggota BAN dan tim ahli yang diangkat untuk membantu melaksanakan tugas akreditasi akan menjadikan efesiensi, efektivitas, kejujuran, profesionalitas, dan objektif sebagai acuan utama. Bila mereka melalaikan hal ini, maka taruhannya adalah tanggung jawabnya akan semakin berat dan akan banyak orang yang akan meng-complain. Oleh karena itu,, anggota BAN beserta timnya akan sangat tidak logis kalau sampai keliru memberikan nilai yang telah ter-SK-kan dan status akreditasi suatu lembaga pendidikan telah dipublikasikan di website resmi BAN. Khusus untuk hasil akreditasi program studi pada perguruan tinggi, dapat di lihat di website BAN PT dengan mem-browsing di internet melalui prosedur sebagai berikut : klik Google , ketik BAN PT, dan klik telusur/cari. Setelah terbuka akan kelihatan beberapa menu pilihan, klik BAN-PT; Direktorat SK Hasil Akreditasi Program Studi dan akan muncul beberapa halaman berisikan lambang BAN PT, lalu klik tulisan semua pada Kopertis wilayah dan akan muncul angka yang mewakili Kopertis Wilayah. Untuk Wilayah NTB, klik angka 8, lalu klik semua pada tingkat akan muncul jenjang program studi (diploma, S1, S2 dan S3). Bila jenjang prodi yang dicari S1, maka klik S1, kemudian klik cari, maka akan muncullah seluruh program studi terakreditasi yang ada di Kopertis Wilayah 8 (delapan), baik umum, agama, negeri maupun swasta. Karena BAN PT dibentuk oleh Kemendikbud, maka jariangan kerjanya adalah Kopertis dan Kopertis yang membawahi perguruan tinggi agama dan masuk dalam wilayah Kopertis.
Baca Juga : Syarat-Syarat Pendaftaran CPNS Tahun 2018
Sementara prosedur pelaksanaan akreditasi lembaga pendidikan, misalnya perguruan tinggi, akan mengajukan usul akreditasi dengan mengirim borang akreditasi ke BAN-PT. Borang akreditasi ini akan dievaluasi oleh tim BAN PT dan bila di anggap layak akan segera ditentukan asesor yang akan mengadakan visitasi faktual ke kampus yang bersangkutan. Biasanya asesor berjumlah dua orang untuk satu prodi dan akan berada di kampus yang divisitasi selama dua sampai tiga hari untuk membuktikan kebenaran data yang diajukan dalam borang. Bila visitasi telah dilakukan, maka asesor akan menyampaikan laporan ke BAN PT tentang hasil visitasi yang telah dilakukan. Laporan hasil asesor ini akan diplenokan oleh anggota BAN PT untuk ditentukan nilai kumulatif prodi bersangkutan, sehingga diketahui apakah terakreditasi atau tidak. Bila terarekditasi, akan dientukan nilai mutunya (kaulitasnya) dengan memberikan nilai C, B, atau A. Keputusan tim ini kemudian dituangkan dalam bentuk SK BAN PT tentang hasil akreditasi dan hasil akreditasi akan dipublikasikan melalui website BAN PT. SK dan sertifikat akreditasi tidak dipublikasikan lewat website, tetapi dikirim langsung kepada perguruan tinggi bersangkutan atau PT bersangkutan mengambil langsung ke BAN PT. Jadi, SK dan sertifikat ini tidak bisa didownload. yang dipublikasikan di web BAN PT adalah nomor urut, wilayah (kopertis), jenjang, nama perguruan tinggi, program studi, nomor SK, tahun SK, tanggal dalurwarsa, dan status dalurwarsa. Dari visitasi sampai dengan terbitnya SK diperlukan limit waktu sekitar dua bulan. jadi, kalau ada SK akreditasi keluar dalam jangka waktu dua minggu setelah visitasi, maka sebagai masyarakat ilmiah harus mempertanyakan apakah SK itu asli atau palsu karena sikap ilmiah itu adalah ingin tahu, kritis, terbuka, objektif menghargai karya orang lain, berpihak pada kebenaran, prosedural, dan visioner (Syamsuddin AR, 2007:12) Bukankah BAN PT menangani ribuan usul akreditasi? oleh karena itu, layak jika time schedule mejadi sangat urgen.
Dalam pelaksanaan akreditasi, yang menjadi fokus penilaian asesor adalah delapan standar pendidikan sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 19 tahun 2005, pasal (2) yakni (a) standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan (d) standar sarana dan prasarana pendidik dan tenaga kependidikan (e) standar sarana dan prasarana (f) standar pengelolaan (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan. Bagi perguruan tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.
Akreditasi satuan pendidikan dan program studi pada perguruan tinggi atau institusi pendidikan dilakukan sekali dalam 5 tahun. Bila ingin memperbaiki peringkat akreditasi, maka hal itu dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 8, yakni (1) Pelaksanaan akreditasi pada program dan satuan pendidikan dilaksanakan setiap 5 (lima) sekali (2) Pelaksanaan akreditasi sebagaimana disebut pada ayat (1) dapat dilaksanakan kurang dari 5 (lima) tahun apabila dan satuan pendidikan yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk diakreditasi ulang (2) Program dan satuan pendidikan wajib mengajukan permohonan untuk diakreditasi kembali kepada BAN-S/M, BAN-PT. dan BAN-PNF paling lambat 6 bulan sebelum masa berlaku akreditasi berakhir.
Dari pasal 8 diatas, dapat dipahami bahwa akreditasi itu adalah berwajiban dan kebutuhan institusi pendidikan, bukan kebutuhan BAN akreditasi berakhir, institusi pendidikan harus mengajukan permohonan akreditasi kembali. Bila institusi pendidikan tidak melaksanakan dan mengajukan akreditasi, tidak ada risiko bagi BAN PT, tetapi institusi pendidikanlah yang akan mendapatkan konsekuensinya. Bahkan, menurut Undang-Undang Dikti Nomor 12 tahun 2012, bagi institusi pendidikan (PT) yang tidak terakreditasi tidak diperbolehkan mengeluarkan ijazah. Undang-Undang Dikti tersebut akan berlaku efektif 2014.
Status akreditasi institusi pendidikan akan berimplikasi pada pengembangan lembaga pendidikan bersngkutan dan prestisenya di masyarakat. Untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, sekolah dapat menjadi penyelenggara ujian nasional (swasta) dan kepala sekolah/madrasah dapat mendatangani ijazah siswanya, serta akan menjadi dasar untuk mendapat bantuan/hiba dari pemerintah. Sedangkan bagi pendidikan tinggi (perguruan tinggi), nilai akreditasi, disamping menjadi persyaratan untuk mendapat hibah-hibah kompetitif, juga menjadi persyaratan utama untuk mengembangkan program studi yang dikelola oleh PT bersangkutan. Nilai C, B, dan A akan menjadi dasar untuk mendapatkan izin membuka prodi setara atau jenjang yang lebih tinggi.
Dalam pembukaan prodi baru diperguruan tinggi, ada aturan baku yang dikeluarkan oleh Kemendikbud dan Kemenag. Untuk perguruan tinggi agama mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islm Nomor : Dj.I/212/2011 tentang Persyaratan dan Prosedur Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi Agama Islam dan untuk perguruan tinggi umum mengacu pada panduan pengajuan izin penyelenggaraan program studi baru yang dikeluarkan Dirjen Dikti berdasarkan Kepmendiknas No 234/U/2000, SK No. 108/DIKTI/Kep/2001. Dari aturan-aturan tersebut, persyaratan umum untuk membuka program studi setara pada perguruan tinggi (swasta) adalah program studi yang sudah ada wajib mendapatkan nilai akreditasi rata-rata B. Bila sebuah perguruan tinggi mempunyai program studi studi S1 sebanyak 3 buah, maka 2 buah harus bernilai akreditasi B agar boleh membuka program S1 baru. Akan tetapi, bila 2 prodinya bernilai C dan satu bernilai B, maka perguruan tinggi bersangkutan tidak memenuhi persyaratan untuk membuka prodi baru. Sedangkan untuk membuka Program Pascasarjana (S2), program studi S1 yang serumpun harus mendapatkan nilai akreditasi A. Misalnya, bila perguruan tinggi ingin membuka Program Pascasarjana (S2) Pendidikan Bahasa Inggris, maka nilai akreditasi Program S1 Pendidikan Bahasa Inggris yang sedang dikelola harus bernilai A. Bila nilai akreditasinya belum A, tidak memenuhi persyaratan utama untuk membuka program pascasarjana. Setelah nilai akreditasi terpenuhi, baru melangkah pada persyaratan-persyaratan yang lain, seperti tenaga dosen untuk prodi S1 harus menyiapkan 6 orang dosen tetap yang bergelar Magister (S2) linier. Bila membuka Program Pascasarjana (S3) yang liner dengan prodi yang dibuka. Bila membuka S1 Pendidikan Bahasa Inggris, maka 6 orang dosen tetapnya yang disiapkan harus berijazah S1 pendidikan Bahasa Inggris, S2 dan S3 Bahasa Inggris atau S2 dan S3 Pendidikan Bahasa. Tidak boleh jika dosennya Doktor Pertanian, Doktor Manajemen, Dokter Manajemen Pemasaran, Doktor Tafsir Hadist, atau Doktor Pemikiran Islam. Dosen tetap adalah dosen yang tugas utamanya menjadi dosen (mengajar) pada prodi bersangkutan, bukan PNS atau terikat kontrak kerja dengan pihak lain. Selanjutnya, melengkapi persyaratan-persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Bila ingin membuka Program Doktor (S3), maka program S2-nya harus terakreditasi A dan 6 ornag dosen tetap bergelar Doktor serta dua diantaranya berperangkat guru besar atau bergelar profesor.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa akreditasi program dan satuan pendidikan sangatlah penting untuk pengembangan lembaga pendidikan dan prestise di masyarakat. Oleh karena itu, setiap pengelola lembaga pedidikan, baik tingkat dasar, tingkat tengah, maupun pendidikan tinggi, harus menyadari pentingnya proses ini. Hal itu dapat memacu pengelola lembaga pendidikan untuk kreatif, inovatif, visioner, taat asas, dan taat aturan. Setiap aturan yang dibuat, pasti visinya untuk keteraturan dan tertatanya kehhidupan yang baik dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Semoga dengan pembahasan di atas kita dapat memahami makna Akreditasi dalam pengembangan Lembaga Pendidikan.
Salam Sukses selalu buat kita semua.
Sumber : Buku dari Dr. H.M. Mugni sn., M.Pd. M.Kom
Dalam pelaksanaan akreditasi, yang menjadi fokus penilaian asesor adalah delapan standar pendidikan sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 19 tahun 2005, pasal (2) yakni (a) standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan (d) standar sarana dan prasarana pendidik dan tenaga kependidikan (e) standar sarana dan prasarana (f) standar pengelolaan (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan. Bagi perguruan tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.
Akreditasi satuan pendidikan dan program studi pada perguruan tinggi atau institusi pendidikan dilakukan sekali dalam 5 tahun. Bila ingin memperbaiki peringkat akreditasi, maka hal itu dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 8, yakni (1) Pelaksanaan akreditasi pada program dan satuan pendidikan dilaksanakan setiap 5 (lima) sekali (2) Pelaksanaan akreditasi sebagaimana disebut pada ayat (1) dapat dilaksanakan kurang dari 5 (lima) tahun apabila dan satuan pendidikan yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk diakreditasi ulang (2) Program dan satuan pendidikan wajib mengajukan permohonan untuk diakreditasi kembali kepada BAN-S/M, BAN-PT. dan BAN-PNF paling lambat 6 bulan sebelum masa berlaku akreditasi berakhir.
Dari pasal 8 diatas, dapat dipahami bahwa akreditasi itu adalah berwajiban dan kebutuhan institusi pendidikan, bukan kebutuhan BAN akreditasi berakhir, institusi pendidikan harus mengajukan permohonan akreditasi kembali. Bila institusi pendidikan tidak melaksanakan dan mengajukan akreditasi, tidak ada risiko bagi BAN PT, tetapi institusi pendidikanlah yang akan mendapatkan konsekuensinya. Bahkan, menurut Undang-Undang Dikti Nomor 12 tahun 2012, bagi institusi pendidikan (PT) yang tidak terakreditasi tidak diperbolehkan mengeluarkan ijazah. Undang-Undang Dikti tersebut akan berlaku efektif 2014.
Status akreditasi institusi pendidikan akan berimplikasi pada pengembangan lembaga pendidikan bersngkutan dan prestisenya di masyarakat. Untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, sekolah dapat menjadi penyelenggara ujian nasional (swasta) dan kepala sekolah/madrasah dapat mendatangani ijazah siswanya, serta akan menjadi dasar untuk mendapat bantuan/hiba dari pemerintah. Sedangkan bagi pendidikan tinggi (perguruan tinggi), nilai akreditasi, disamping menjadi persyaratan untuk mendapat hibah-hibah kompetitif, juga menjadi persyaratan utama untuk mengembangkan program studi yang dikelola oleh PT bersangkutan. Nilai C, B, dan A akan menjadi dasar untuk mendapatkan izin membuka prodi setara atau jenjang yang lebih tinggi.
Dalam pembukaan prodi baru diperguruan tinggi, ada aturan baku yang dikeluarkan oleh Kemendikbud dan Kemenag. Untuk perguruan tinggi agama mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islm Nomor : Dj.I/212/2011 tentang Persyaratan dan Prosedur Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi Agama Islam dan untuk perguruan tinggi umum mengacu pada panduan pengajuan izin penyelenggaraan program studi baru yang dikeluarkan Dirjen Dikti berdasarkan Kepmendiknas No 234/U/2000, SK No. 108/DIKTI/Kep/2001. Dari aturan-aturan tersebut, persyaratan umum untuk membuka program studi setara pada perguruan tinggi (swasta) adalah program studi yang sudah ada wajib mendapatkan nilai akreditasi rata-rata B. Bila sebuah perguruan tinggi mempunyai program studi studi S1 sebanyak 3 buah, maka 2 buah harus bernilai akreditasi B agar boleh membuka program S1 baru. Akan tetapi, bila 2 prodinya bernilai C dan satu bernilai B, maka perguruan tinggi bersangkutan tidak memenuhi persyaratan untuk membuka prodi baru. Sedangkan untuk membuka Program Pascasarjana (S2), program studi S1 yang serumpun harus mendapatkan nilai akreditasi A. Misalnya, bila perguruan tinggi ingin membuka Program Pascasarjana (S2) Pendidikan Bahasa Inggris, maka nilai akreditasi Program S1 Pendidikan Bahasa Inggris yang sedang dikelola harus bernilai A. Bila nilai akreditasinya belum A, tidak memenuhi persyaratan utama untuk membuka program pascasarjana. Setelah nilai akreditasi terpenuhi, baru melangkah pada persyaratan-persyaratan yang lain, seperti tenaga dosen untuk prodi S1 harus menyiapkan 6 orang dosen tetap yang bergelar Magister (S2) linier. Bila membuka Program Pascasarjana (S3) yang liner dengan prodi yang dibuka. Bila membuka S1 Pendidikan Bahasa Inggris, maka 6 orang dosen tetapnya yang disiapkan harus berijazah S1 pendidikan Bahasa Inggris, S2 dan S3 Bahasa Inggris atau S2 dan S3 Pendidikan Bahasa. Tidak boleh jika dosennya Doktor Pertanian, Doktor Manajemen, Dokter Manajemen Pemasaran, Doktor Tafsir Hadist, atau Doktor Pemikiran Islam. Dosen tetap adalah dosen yang tugas utamanya menjadi dosen (mengajar) pada prodi bersangkutan, bukan PNS atau terikat kontrak kerja dengan pihak lain. Selanjutnya, melengkapi persyaratan-persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Bila ingin membuka Program Doktor (S3), maka program S2-nya harus terakreditasi A dan 6 ornag dosen tetap bergelar Doktor serta dua diantaranya berperangkat guru besar atau bergelar profesor.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa akreditasi program dan satuan pendidikan sangatlah penting untuk pengembangan lembaga pendidikan dan prestise di masyarakat. Oleh karena itu, setiap pengelola lembaga pedidikan, baik tingkat dasar, tingkat tengah, maupun pendidikan tinggi, harus menyadari pentingnya proses ini. Hal itu dapat memacu pengelola lembaga pendidikan untuk kreatif, inovatif, visioner, taat asas, dan taat aturan. Setiap aturan yang dibuat, pasti visinya untuk keteraturan dan tertatanya kehhidupan yang baik dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Semoga dengan pembahasan di atas kita dapat memahami makna Akreditasi dalam pengembangan Lembaga Pendidikan.
Salam Sukses selalu buat kita semua.
Sumber : Buku dari Dr. H.M. Mugni sn., M.Pd. M.Kom
0 Response to "Makna Akreditasi dalam Pengembangan Lembaga Pendidikan"
Post a Comment